✍️ Kenapa Netizen Doyan Keributan dan Drama? Ini Dia Alasan di Balik Fenomena Viral yang "Gampang Banget"

Pernah nggak sih kamu scroll timeline dan nemu satu drama receh—kayak selebgram salah sebut merek, atau adu sindir influencer—yang tiba-tiba rame banget? Komentar bisa ribuan, quote tweet berseliweran, dan video klarifikasi pun bermunculan seperti cicak keluar dari retakan tembok.
Fenomena ini bukan hal baru, tapi kenapa sih keributan di medsos terasa begitu viral dan menggoda buat ditonton (bahkan diikutin)?
Mari kita kulik, tanpa drama (tapi tetap seru).
1. Keributan Adalah Hiburan Instan
Di dunia yang makin serba cepat dan stres ini, netizen butuh "pelarian." Sayangnya, nggak semua orang punya waktu buat nonton film thriller atau debat politik yang berat. Nah, di sinilah drama medsos masuk: praktis, mudah dicerna, dan penuh emosi.
Apalagi kalau dramanya disajikan dalam bentuk thread berlapis atau video 1 menit penuh ekspresi lebay—ya ampun, siapa yang nggak tergoda?
2. Sensasi Jadi Bagian dari “Tren”
Ada semacam dorongan psikologis yang disebut FOMO (Fear of Missing Out). Saat semua orang ngomongin satu topik, kita pun ikut nimbrung, entah buat nambahin opini, nyari hiburan, atau sekadar ikutan ramai. Rasanya kayak jadi bagian dari “keramaian digital”, walau cuma dari layar HP.
Netizen kita pintar, mereka tahu kapan harus ikut gelombang—kadang bukan karena peduli, tapi karena takut ketinggalan keseruan.
3. Algoritma Juga Ikut Mendorong
Jangan lupakan aktor bayangan yang mengatur semua ini: algoritma media sosial.
Begitu ada satu konten yang punya unsur kontroversi, emosi tinggi, atau potensi debat, sistem langsung mengangkatnya. Konten semacam itu bikin orang:
- Stay lebih lama,
- Komentar,
- Share ke teman buat “liat nih!”
Algoritma senang, engagement naik, dan dramanya makin membesar. Simbiosis mutualisme? Bisa jadi.
4. Netizen Butuh Pelampiasan Emosi
Kadang bukan karena dramanya penting, tapi karena netizen lagi kesel, capek, atau bete sama hal lain. Lalu muncullah drama, dan boom! jadi pelampiasan.
Ngomel-ngomel di kolom komentar, bikin meme sindiran, atau sekadar ikut nyinyir bisa jadi bentuk coping mechanism. Ironis, tapi ya… manusiawi.
5. Viral Itu Bukan Soal Kualitas, Tapi Emosi
Di balik konten viral, selalu ada unsur emosi yang kuat: marah, geli, sedih, atau syok. Konten yang “biasa aja” tapi menyentuh emosi bakal lebih cepat menyebar daripada konten yang penuh data tapi datar.
Makanya, kadang klarifikasi panjang nan logis justru tenggelam oleh satu potongan video 5 detik yang penuh emosi. Karena di era digital, emosi adalah mata uang baru.
Jadi, Gimana Sikap Kita?
Sebagai penonton, atau bahkan pemain di dunia maya, penting buat kita sadar: nggak semua drama harus kita telan mentah-mentah. Kadang yang viral bukan yang benar, dan yang rame belum tentu penting.
Netizen bisa pinter, asal nggak kebablasan. Karena kalau nggak hati-hati, kita bukan cuma penonton, tapi bisa jadi bagian dari drama itu sendiri—tanpa sadar.
Akhir kata, Keributan memang “lezat” buat ditonton, apalagi kalau disajikan dengan bumbu yang pas. Tapi jangan lupa, terlalu sering nonton drama bisa bikin kita kebal terhadap empati dan realitas.
Sesekali boleh ikut nimbrung, tapi jangan sampai hidupmu didefinisikan oleh keributan orang lain.
menu lainnya ...
Komentar
Posting Komentar